Oleh: Nuzhah Samiyyah

Pada tahun ke-13 kenabian, suasana malam di Mina begitu hening. Di tengah sunyinya lembah Aqabah, sekelompok lelaki dan dua perempuan dari Madinah dengan hati yang berdebar berjalan menuju tempat yang telah ditentukan. Jumlah mereka tujuh puluh tiga laki-laki dan dua perempuan. Mereka adalah kaum Anshar yang telah memeluk Islam melalui dakwah penuh hikmah dari Mus’ab bin Umair, utusan Rasulullah ﷺ.
Hati mereka penuh harap. Mereka telah melihat bagaimana Islam mulai mengubah Madinah menjadi lebih damai, dan kini mereka ingin menyatakan kesetiaan sepenuh hati kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah datang ditemani pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib. Meskipun Abbas belum memeluk Islam, kasih sayangnya kepada keponakannya tak tergoyahkan.
Ketika semua telah berkumpul di bawah naungan malam, Abbas membuka pembicaraan, ”Wahai orang-orang Khazraj,” ucapnya dengan suara tegas namun lembut, “Kalian tahu kedudukan Muhammad di tengah-tengah kami. Meski kaumnya tidak menyetujui ajarannya, mereka tetap melindunginya. Namun, jika kalian ingin membawa dia ke negeri kalian, ketahuilah bahwa kalian harus melindunginya dari segala musuhnya. Jika kalian tidak yakin sanggup melakukannya, biarkan dia tetap di sini.”
Para pemimpin Anshar saling memandang dan menjawab dengan keyakinan yang membara, “Kami telah mendengar dan memahami tanggung jawab ini. Biarkan Rasulullah sendiri yang berbicara kepada kami.” Maka Rasulullah ﷺ melangkah maju, suaranya lembut namun penuh kekuatan iman saat beliau menyampaikan isi dari baiat tersebut. Beliau meminta mereka untuk berjanji, demi Allah, bahwa mereka akan:
Selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak mereka, dan tidak menyebarkan kebohongan.
Melindungi Rasulullah ﷺ sebagaimana mereka melindungi diri dan keluarga mereka sendiri.
Salah seorang tokoh Anshar, Al-Bara’ bin Ma’rur, bangkit dan berkata, “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, kami akan melindungimu seperti kami melindungi anak-anak dan istri kami. Jika kami melanggar janji ini, biarkan Allah memberi kami hukuman.”
Namun, di tengah keyakinan mereka, Abul Haitsam bin At-Taihan menyuarakan sebuah pertanyaan yang penting. “Wahai Rasulullah, jika Allah memberi kemenangan kepadamu, apakah engkau akan meninggalkan kami dan kembali kepada kaummu?”
Rasulullah ﷺ tersenyum lembut dan menjawab dengan keteguhan, “Tidak, darah kalian adalah darahku. Kehancuran kalian adalah kehancuranku. Aku adalah bagian dari kalian, dan kalian adalah bagian dariku. Aku akan tetap bersama kalian selama kalian setia kepada Islam.”
Malam itu, kesetiaan mereka diikrarkan. Baiat Aqabah Kedua menjadi perjanjian suci yang akan mengubah sejarah. Namun, pertemuan tersebut ternyata tidak sepenuhnya tersembunyi. Salah satu setan yang berada di dekat Aqabah berteriak keras, memperingatkan kaum Quraisy bahwa sesuatu sedang direncanakan oleh Muhammad dan orang-orang Yatsrib. Keesokan harinya, Quraisy mencurigai mereka. Namun, para pemimpin Anshar dengan tenang menyangkal segala tuduhan, dan mereka kembali ke Madinah tanpa hambatan.
Makna peristiwa ini, Baiat Aqabah Kedua adalah titik balik. Bermula dari similar perjalanan Rasulullah ﷺ menuju Madinah, hijrah yang akan menjadi awal lahirnya negara Islam. Di Madinah, Islam tumbuh dan menjadi kekuatan besar yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Kesimpulannya, kisah Baiat Aqabah Kedua merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam yang menandai awal babak baru perjuangan ﷺ dan para sahabat. Baiat ini memperlihatkan keimanan yang mendalam, keberanian luar biasa, dan pengorbanan kaum Anshar untuk mendukung dakwah Islam. Dengan jaminan perlindungan dari mereka, Rasulullah ﷺ akhirnya memiliki landasan yang kokoh untuk berhijrah ke Madinah, membangun komunitas Muslim yang solid, dan memulai fase baru dalam penyebaran Islam. Peristiwa ini juga menjadi bukti nyata bahwa perubahan besar hanya bisa dicapai dengan kolaborasi, kepercayaan, dan tekad yang kuat.
Pelajaran yang bisa dipetik adalah keberanian dalam mendukung kebenaran. Keteguhan kaum Anshar dalam memberikan perlindungan kepada Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk berani mendukung kebenaran meski menghadapi risiko besar, kesabaran dalam perjuangan, dan perjuangan Rasulullah ﷺ di Makkah selama bertahun-tahun hingga mendapat dukungan kaum Anshar mengajarkan pentingnya kesabaran dan kerja keras dalam mencapai tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Sirah Nabawiyah. Terjemahan oleh Prof. Dr. Mahmud al-Maraghi. Cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut
Sealed Nectar (Ar-Raheeq Al-Makhtum). Terjemahan oleh Dr. Muhammad Saed Abdul-Rahman. Cetakan Darussalam, Riyadh.
Al-Bidayah wa An-Nihayah (The Beginning and the End). Terjemahan oleh Dr. Saiful Islam. Cetakan Dar al-Fikr, Beirut.
Tarikh At-Tabari (The History of al-Tabari). Terjemahan oleh Ismail Poonawala. Cetakan Brill, Leidn.
Tinggalkan Balasan