HUKUM MEMBUNUH ORANG MURTAD

Oleh : Fitri Irma Yani

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «‌مَنْ ‌بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ». رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ1

Artinya: “Dari Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu‘anhuanhuma ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia.” (HR. Bukhari).

Takhrij dan Penjelasan Singkat Tentang Hadis

Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab sahihnya, tepatnya pada bab “Hukum Laki-laki dan Wanita yang keluar dari agama Islam dan Taubatnya”. Derajat hadis ini sendiri adalah sahih dan dapat dijadikan landasan dalam beramal.

Hadis ini menjelaskan hukuman bagi orang yang murtad, yaitu dibunuh.

Bagaimana Seseorang Bisa Keluar dari Agama Islam?

Keluar dari agama Islam merupakan perkara yang sangat besar ancamannya, bahkan hingga dibunuh. Lalu bagaimana seseorang bisa dikatakan keluar dari agama Islam? Apakah hanya melalui lisan saja seseorang bisa keluar dari Islam? Atau Akidah juga dilibatkan didalam masalah ini?

Syaikh Salih al-Fauzan hafidzahullah mengatakan didalam kitabnya Minhatu Al-Allam,2 bahwa seseorang bisa keluar dari agama Islam dengan 4 perkara: keyakinan, perbuatan, perkataan, dan meninggalkan. Contoh murtad melalui keyakinan adalah meyakini adanya tuhan selain Allah atau meyakini apa yang diyakini oleh orang-orang kafir. Cukup hanya melalui keyakinan tanpa perkataan dan perbuatan, seseorang sudah dapat dihukumi murtad. Adapun contoh murtad melalui perkataan adalah mengejek atau meremehkan perkara-perkara agama. Sedangkan contoh murtad melalui perbuatan adalah sujud kepada berhala. Dan yang terakhir adalah meninggalkan, contohnya meninggalkan salat, dll.

Apakah Wanita Juga Termasuk dalam Hadis Ini?

Ada perbedaan pendapat apakah hadis ini mencakup wanita atau lelaki saja. Imam Ashan’ani rahimahullah menjelaskan secara panjang dalam kitabnya Subulu as-Salam,3 bahwasannya ulama sepakat setiap laki-laki yang murtad hukumannya dengan dibunuh, adapun wanita terjadi perbedaan pendapat, tetapi pendapat yang kuat didalam masalah ini adalah wanita yang murtad juga dibunuh. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Ali al-Bassam rahimahullah didalam kitabnya Taudih al-Ahkam.4

Apakah Orang Murtad Diberi Kesempatan Bertaubat Sebelum DIbunuh?

Ada dua pendapat didalam masalah ini:

Pertama, pendapat yang mengatakan diberi kesempatan bertaubat sebelum dibunuh adalah sunah bukan wajib, yaitu pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan ulama Hanabilah rahimahumullah. Dalil mereka adalah bahwasannya hadis ini memerintahkan untuk membunuh tanpa menyebutkan perintah taubat, apabila perintah itu wajib, maka pastilah disebutkan juga.

Kedua, pendapat yang mewajibkan, yaitu pendapat Imam Malik rahimahullah. Dalil mereka adalah Surat al-Anfal ayat 38 yang berbunyi:

 

قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad) kepada orang-orang yang kufur itu, “Jika mereka berhenti (dari kekufurannya dan masuk Islam), niscaya akan diampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu. Jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi), sungguh berlaku (kepada mereka) sunah (aturan Allah untuk menjatuhkan sanksi atas) orang-orang terdahulu.”

Orang-orang kafir didalam ayat ini diperintahkan untuk bertaubat, dan orang murtad termasuk kafir, sehingga mereka berpendapat wajib bagi seseorang untuk memerintahkan mereka bertaubat terlebih dahulu, karna perintah merupakan suatu kewajiban.

Hal-hal yang Harus diperhatikan didalam Masalah Ini

Ada beberapa poin penting didalam pembahasan ini:

  1. Orang yang dibunuh merupakan seorang muslim yang berakal, sudah baligh, serta mengetahui apa-apa yang diharamkan dalam agama.
  2. Sebab dibunuhnya seseorang selain ini merupakan perintah nabi yang merupakan wahyu dari Allah, orang yang murtad dapat merugikan agama, seperti memberikan contoh bagi muslim yang lain, dan bermudah-mudahan didalam masalah ini.
  3. Taubat orang yang murtad diterima apabila ia bersungguh-sungguh dalam taubatnya.
  4. Orang yang berhak menegakkan hukuman ini adalah pemerintah, dan dianjurkan menunda hukuman apabila dilihat ada harapan kembali masuk Islam.

 

 

Referensi

Bulughu Al-Maram, Ibnu Hajar, (Riyadh, Dar. Al-Falaq, 1424 H)

Minhatu Al-Allam Syarh Bulughu Al-Maram, Salih Fauzan, (Dar. Ibnul Jauzi, 1435 H)

Subulu As-Salam Syarh Bulughu Al-Maram, As-San’ani, (Saudi, Dar. Ibnul Jauzi, 1433 H)

Taudihu Al-Ahkam Syarh Bulughu Al-Maram, Ali Bassam, (Mekkah, Maktabah Al-Asadi, 1423 H)

 

1 Ibnu Hajar, Bulughu Al-Maram, (Riyadh, Dar. Al-Falaq, 1424 H), hlm. 369, no hadis. 1214.

2 Salih Fauzan, Minhatu Al-Allam Syarh Bulughu Al-Maram, (Dar. Ibnul Jauzi, 1435 H), Juz. 8, hlm. 364.

3 As-San’ani, Subulu As-Salam Syarh Bulughu Al-Maram, (Saudi, Dar. Ibnul Jauzi, 1433 H), Juz. 7, hlm. 93.

4 Ali Bassam, Taudihu Al-Ahkam Syarh Bulughu Al-Maram, (Mekkah, Maktabah Al-Asadi, 1423 H), juz. 6, hlam. 206.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *