✍🏼 Penulis: In’am Mumtaz

Hai sobat Fahimna!
Telah kita ketahui bersama, bahwa dalam penyusunan kalimat yang sempurna, tentu dibutuhkan susunan kata, dimana masing-masing kata tersebut memiliki kedudukan dalam kalimat. Bahasa apapun itu! Termasuk bahasa Arab. Dalam pembahasan kali ini, akan kita bahas bersama, kata yang menempati kedudukan sebagai objek dalam kalimat. Atau disebut dengan Maf’ul Bih.
📚Pengertian Maf’ul Bih
Maf’ul bih adalah isim manshub yang terletak setelah kata kerja atau perbuatan yang dilakukan oleh fa’il (pelakunya).
Contohnya dalam kalimat: رَكِبْتُ الْفَرَسَ ‘Aku menaiki kuda’. Maka maf’ul bih dalam kalimat ini adalah ‘الفَرَسَ’ karena ia adalah objek yang dinaiki.
Atau contoh lainnya pada kalimat: يَطْلُبُ الْعَاقِلُ الْعِلْمَ ‘Seorang yang berakal itu menuntut ilmu’. Maka maf’ul bih-nya adalah kata العلم, karena ia adalah objek yang dituntut atau dicari.
➡️Pembagian Maf’ul Bih
Maf’ul bih dapat berupa:
Isim zhahir. Yaitu objek yang terlihat jelas penyebutannya, sebagaimana pada contoh sebelumnya.
❄️Maf’ul bih mudhmir (berbentuk dhamir atau kalimat yang menempati kedudukan maf’ul bih, yaitu mashdar muawwal).
❄️Maf’ul bih yang berbentuk dhamir terbagi mejadi 2 macam: dhamir muttashil (bersambung) dan dhamir munfashil (yang berpisah). Berikut rinciannya:
● Dhamir muttashil, ada 12 yaitu:
ضَرَبَنِي (untuk pembicara 1 orang), ضَرَبَنَا (untuk pembicara lebih dari 1 orang),
ضَرَبَكَ (untuk kamu laki-laki 1 orang), ضَرَبَكِ (untuk kamu perempuan 1 orang), ضَرَبَكُمَا (untuk kamu 2 orang, baik laki-laki atau perempuan), ضَرَبَكُمْ (untuk kalian laki-laki >2 orang), ضَرَبَكُنَّ (untuk kalian perempuan >2 orang),
ضَرَبَهُ (untuk dia laki-laki 1 orang), ضَرَبَهَا (untuk dia perempuan 1 orang), ضَرَبَهُمَا (untuk dia 2 orang, baik laki-laki atau perempuan), ضَرَبَهُمْ (untuk mereka laki-laki >2 orang), ضَرَبَهُنَّ (untuk mereka perempuan >2 orang).
● Dhamir munfashil, ada 12 juga, yaitu:
إِيَّايَ (untuk pembicara 1 orang), إِيَّانَا (untuk pembicara lebih dari 1 orang),
إِيَّاكَ (untuk kamu laki-laki 1 orang), إِيَّاكِ (untuk kamu perempuan 1 orang), إِيَّاكُمَا (untuk kamu 2 orang, baik laki-laki atau perempuan), إِيَّاكُمْ (untuk kalian laki-laki >2 orang), إِيَّاكُنَّ (untuk kalian perempuan >2 orang),
إِيَّاهُ (untuk dia laki-laki 1 orang), إِيَّاهَا (untuk dia perempuan 1 orang), إِيَّاهُمَا (untuk dia 2 orang, baik laki-laki atau perempuan), إِيَّاهُمْ (untuk mereka laki-laki >2 orang), إِيَّاهُنَّ (untuk mereka perempuan >2 orang).
❄️Adapun maf’ul bih yang berupa kalimat yang menempati kedudukan objek disebut mashdar muawwal. Mashdar muawwal dapat berupa susunan:
(1) أَنْ+fi’il, atau (2) أنَّ+mubtada’ khabar.
Contoh: عَجِبْتُ أنْ تأخّرْتَ dan ظنَنْتُ أنَّ زيدًا قائم
Apakah 1 kata kerja hanya boleh untuk 1 objek?
Jawabannya adalah tidak harus! Karena terkadang dalam 1 kalimat terdapat beberapa maf’ul bih. Yaitu apabila fi’ilnya termasuk fi’il yang bisa menashabkan lebih dari 1 maf’ul. Fi’il apa saja itu?
Fi’il yang menashabkan 2 maf’ul, yang asalnya berbentuk mubtada’ khabar, yaitu:
Af’al zhan (berkaitan dengan perasangka): ظَنَّ, خَالَ, حَسِبَ, زَعَمَ, جَعَلَ, هَب
Af’al yaqin (berkaitan dengan mengetahui): رَأَى, عَلِمَ, وَجَدَ, ألّفَى, تَعَلَّم
Af’al tahwil (berkaitan dengan perubahan): صَيَّرَ, حَوَّلَ, جَعَلَ, رَدَّ, اتَّخَذَ, ثَخِذَ
Maka diantara contohnya: واتَّخَذَ اللهُ إِبْرَهِيْمَ خَلِيْلًا kita dapati dalam satu kalimat terdapat dua maf’ul bih, yaitu ‘إِبْرَهِيْمَ’ dan ‘خَلِيْلًا’. Dan asal keduanya merupakan susunan mubtada’ dan khabar.
❄️Fi’il yang Menashabkan 2 maf’ul, yang asalnya berbentuk mubtada’ khabar, yaitu:
كَسَا – أَلْبَسَ – أَعْطَى – مَنَحَ – سَأَلَ – مَنَعَ
Contoh penerapannya: أعطى الله الإنسان عقلا, kalimat disamping memiliki 2 maf’ul bih, yang asal keduanya bukan susunan mubtada’ Khobar.
❄️Ketentuan-ketentuan Seputar Maf’ul Bih
Pada asalnya, urutan maf’ul bih terletak di akhir setelah fa’ilnya, (fi’il + fa’il + maf’ul bih). Namun terkadang urutan ini dapat berubah.baik menjadi pertengahan antara fi’il dan fa’il, atau bahkan terletak di awal sebelum keduanya. Adapun jenisnya ada yang wajib, boleh atau terlarang. Bagaimana itu?
❄️Mendahulukan maf’ul bih atas fa’il. Terbagi lagi menjadi beberapa hukum:
Wajib, pada tempat-tempat berikut:
● Apabila dhamir pada fa’il kembali kepada maf’ul bih
Apabila fa’il dibatasi dengan إنما
● Apabila fa’il berupa isim zhahir, sedangkan maf’ul bih dhamir muttashil
Terlarang, pada tempat-tempat berikut:
● Apabila dikhawatirkan terjadi kerancuan
● Apabila Maf’ul Bih dibatasi dengan إنما
● Apabila Fa’il berupa dhamir muttashil sedangkan Maf’ul Bih berupa Isim Zhahir
● Apabila Fa’il dan Maf’ul Bih berupa dua dhamir dan tidak terdapat batasan pada keduanya.
Boleh, yaitu selain dari keadaan sebelumnya.
Mendahulukan maf’ul bih atas fi’il dan juga fa’ilnya:
Wajib di 2 tempat:
● Apabila Maf’ul Bih memiliki kedudukan utama dalam kalimat, seperti isim istifham.
● Apabila fi’il terletak huruf ف dan tidak ada maf’ul selainnya.
Boleh, selain dari keadaan tersebut.
❄️Alamat I’rab Maf’ul Bih
Harakat akhir fathah: ketika pada isim mufrad dan jamak taksir.
Berakhiran huruf Ya’: ketika pada isim mutsanna dan jamak mudzakkar salim.
Berakhiran huruf Alif: ketika pada isim diantara asmaul khamsah
Harakat akhir kasrah: ketika pada isim jamak muanats salim.
📃Rujukan:
Arabiyah Bayna Yadaik jilid 4, hal 97, Abdurrahman bin Ibrahim Al Fauzan, Mukhtarutthahir Husain dan Muhammad Abdul Khaliq Muhammad Fadhl, Maktabah Malik Fahd, Saudi
Syarah Al-Jurumiyah, Hasan Hifzhi
Mulakhas Qawa’id Lughatil ‘Arabiyah hal 66-68, Fuad Ni’mah, Maktabah Lisanul Arab.
════ ❁ ❁ ════
Follow us
•Instagram : https://www.instagram.com/fahimna.red?igsh=emFlaTN0eDl5dHM4
•Telegram : https://t.me/fahminachannel