Batalkah Wudu Seseorang yang Menyentuh Kemaluannya?

✍🏼 Penulis: Ismi Maulida Khusna

Pernahkah Anda bertanya-tanya, seberapa jauhkah batas kesucian dalam ibadah? Hal hal sederhana seperti memegang kemaluan, apakah bisa membatalkan wudu yang telah kita sempurnakan? Pertanyaan ini mungkin sering terlintas di benak kita. Ada yang mengatakan, menyentuh kemaluan langsung membatalkan wudu. Namun, ada pula pendapat yang berbeda. Lantas, mana yang benar?

❄️Perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini seringkali menjadi perdebatan hangat. Mari kita simak penjelasan mendalam mengenai hukum menyentuh kemaluan setelah berwudu.

✨Penjelasan Makna Hadis

Di antara dalil mengenai hukum permasalahan menyentuh kemaluan setelah berwudu adalah hadis dari Tholq bin ‘Ali bahwasanya ada seorang laki-laki yang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bertanya,

«مَسِسْتُ ذَكَرِي، أَوْ قَالَ: الرَّجُلُ يَمَسُّ ذَكَرَهُ فِي الصَّلَاةِ، أَعَلَيْهِ الْوُضُوءٌ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: لَا، إِنَّمَا هُوَ بَضْعَةٌ مِنْكَ»

“Aku menyentuh kemaluan ku.” Dia berkata, “Seseorang yang menyentuh kemaluannya ketika shalat, apakah dia harus berwudu? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, kemaluanmu itu adalah bagian dari dirimu.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Daruquthni)

Hadis ini menjelaskan bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudu karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkannya sebagai bagian dari tubuh manusia, seperti menyentuh telinga atau tangan dan sebagainya.”

Dalam hadis lain disebutkan dari Busroh binti Shafwan radhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«‌مَنْ ‌مَسّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضّأْ»

“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudu.” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah)

Hadis ini menjelaskan bahwa menyentuh kemaluan, baik laki-laki maupun perempuan, akan membatalkan wudu.

✍🏼Perbedaan Pendapat Ulama

Kedua hadis di atas, apabila dilihat secara jelas maka saling bertentangan. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum memegang kemaluan setelah berwudu, apakah membatalkan wudu atau tidak. Berikut penjelasan dari perbedaan pendapat para ulama:

● Mazhab Hanafi dan sebagian Maliki berpendapat bahwa memegang kemaluan tidak membatalkan wudu karena kemaluan sama halnya dengan anggota tubuh yang lain apabila dipegang tidak membatalkan wudu. Mereka berdalil dengan hadis Tholq bin ‘Ali.

Mazhab Syafii, Maliki, dan Ahmad berpendapat bahwa memegang kemaluan membatalkan wudu. Mereka berdalil dengan hadis Busroh bin Shafwan.

Para ahli ilmu mengambil tiga metode untuk menghilangkan pertentangan antara kedua hadis di atas. Beberapa metode yang diambil yaitu metode naskh, tarjih, dan jama’.

1️⃣Metode Naskh (Penghapusan Dalil)

Para ulama seperti Ibn Hibban, at-Tabrani, Ibn Arabi, al-Hazmi, al-Baihaqi, dan Ibn Hazmdi berpendapat bahwa hadis yang membolehkan tidak berwudu setelah menyentuh kemaluan (diriwayatkan oleh Tholq bin Ali) telah dinaskh-kan (digantikan) oleh hadis yang mewajibkan berwudu setelah menyentuh kemaluan (diriwayatkan oleh Basrah). Alasan utama mereka adalah perbedaan waktu dalam penyampaian kedua hadits tersebut. Mereka berpendapat bahwa hadis yang lebih awal (diriwayatkan oleh Tholq bin Ali) tidak lagi berlaku karena adanya hadis yang lebih akhir (diriwayatkan oleh Basrah) yang menggantikannya. Jadi, hukum yang berlaku adalah batalnya berwudu setelah menyentuh kemaluan.

Ibn Hazm memperkuat pendapat ini dengan menafsirkan hadis Rasulullah ﷺ tentang kemaluan sebagai bagian dari tubuh. Beliau berpendapat bahwa pernyataan ini ditujukan sebelum adanya perintah berwudu, maka kemaluan dianggap biasa saja seperti anggota tubuh lainnya.

2️⃣Metode Tarjih (Penguatan Dalil)