💼 Penulis: Neisya Iffah Zahrah
Dalam sejarah panjang perjuangan Islam, terdapat kisah-kisah luar biasa yang menembus batas waktu dan mengguncang hati siapa pun yang membacanya. Namun, di antara kisah para pahlawan itu ada satu nama yang menyala terang ialah Zaid bin Al-Khaththab. Ia bukan hanya seorang mujahid, tapi juga nyala api keberanian yang tak pernah padam di tengah gelapnya pengkhianatan dan kekacauan. Ketika sebagian manusia berpaling dari kebenaran demi dunia yang fana, Zaid justru bangkit sebagai singa yang meraung lantang demi menegakkan kalimat tauhid.
Sebuah kisah yang membuat dada bergemuruh dan mata berair. Kisah tentang seorang syahid sejati yang memenangkan medan pertempuran bukan hanya karena kekuatan senjata, tapi karena kebesaran hati dan keyakinan yang tak tergoyahkan. Maka tak heran bila kemarahan semacam itu muncul pada diri seseorang yang keimanannya telah matang, seperti Zaid. Ia tak sekadar marah namun ia juga membara, dan murkanya itu bukan untuk urusan pribadi, melainkan untuk siapa saja yang berani memerangi Allah dan Rasul-Nya.
Kemurkaannya pada siapa yang memerangi Allah dan Rasul-Nya
Dalam sejarah perjuangan Islam, ada satu momen yang menggambarkan betapa seriusnya akibat dari memerangi Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda bahwa di antara umatnya ada seorang laki-laki yang gerahamnya lebih besar dari gunung uhud karena tempatnya kelak di neraka. Ucapan ini membuat semua sahabat takut dan cemas. Mereka khawatir jika ramalan itu ditujukan pada mereka. Namun, ternyata ucapan itu ditujukan pada seseorang yang kemudian murtad dan mengaku sebagai nabi palsu bernama Rajjal bin Unfuwah.
Kemurtadan Rajjal dan pengkhianatannya menjadi salah satu peristiwa yang memicu kemurkaan kaum muslimin, terutama sahabat Zaid bin Al-Khaththab. Rajjal bukan hanya keluar dari Islam, tapi juga menyebarkan kebohongan dan kezaliman, serta memperkuat klaim palsu Musailamah sebagai nabi. Hal ini sangat membahayakan akidah umat Islam dan stabilitas kaum muslimin saat itu.
Tapi kemarahan itu tak berhenti di hati, ia menjelma menjadi tekad yang menggetarkan. Ketika medan perang memanggil, Zaid menyambutnya bukan sebagai prajurit biasa, tapi sebagai sang syahid yang sudah siap menang atau gugur.
👑 Sang Syahid Pemenang Medan Pertempuran
Zaid bin Al-Khaththab, saudara kandung Umar bin Al-Khaththab, adalah sosok yang tangguh dan pemberani. Ia lebih dahulu masuk Islam daripada Umar dan memiliki keimanan yang kuat serta amal yang tersembunyi namun gemilang. Dalam setiap peperangan, ia menunjukkan tekad dan keteguhan hati luar biasa.
Puncak kemuliaannya terlihat dalam Pertempuran Yamamah. Saat itu Zaid ditunjuk untuk memegang panji pasukan Islam. Dengan semangat juang yang tinggi ia memimpin serangan terhadap pasukan Musailamah. Ia berkata dengan lantang bahwa tidak akan berbicara sampai mereka semua binasa atau ia gugur sebagai syahid. Dengan semangat itu ia menembus barisan musuh, mencari Rajjal, dan akhirnya berhasil menebaskan pedangnya ke lehernya, membunuh sang pembohong besar itu.
Zaid bin Al-Khaththab tidak berhenti di situ, ia terus maju hingga akhirnya syahid di medan perang. Kematian Zaid membawa kemenangan besar bagi pasukan Islam. Musuh pun porak-poranda. Namanya harum semerbak dalam sejarah Islam sebagai pahlawan sejati yang membela Allah dan Rasul-Nya dengan pengorbanan tanpa cela.
Kisahnya menjadi inspirasi bahwa syahid sejati bukanlah sekedar ia yang gugur di medan perang, tapi juga ia yang memiliki keikhlasan dan tekad yang bulat dalam membela kebenaran. Semoga Allah meridhai Zaid bin Al-Khaththab dan menempatkannya di surga tertinggi bersama para syuhada dan orang-orang saleh. Maka begitulah kisah si sulung keluarga Al-Khaththab ini, yang baik kehidupan, kematian, dan kebangkitannya di hari akhir kelak in syaa Allah dipenuhi keberkahan.
📥 Referensi
Terjemahan Biografi 60 Sahabat Nabi, Khalid Muhammad Khalid, cetakan Ummul Qura, Jakarta.
•Telegram : https://t.me/fahminachannel